Home
Masa Depan
Refleksi
Revolusi
Wisdom
Refleksi Pemikiran: Mengendalikan Pikiran dan Nafsu
July 14, 2024

Refleksi Pemikiran: Mengendalikan Pikiran dan Nafsu

Refleksi Pemikiran: Mengendalikan Pikiran dan Nafsu

Saya tahu bahwa setiap hari otak kita selalu aktif berpikir, bahkan ketika kita sedang tidur. Selain itu, organ tubuh yang tidak pernah beristirahat sedikit pun adalah jantung, yang harus selalu aktif. Jika mereka berhenti, saya tidak tahu pasti apa yang akan terjadi. Sulit memang membedakan antara hati dan pikiran, serta antara perasaan dan pemikiran.

Jika kita menganggap bahwa pikiran adalah hasil dari sesuatu yang logis dan masuk akal, dan perasaan atau hati berhubungan dengan emosi dan keinginan, maka bisa disimpulkan bahwa nafsu berada di hati, bukan di pikiran. Namun, kita sering kali ingin mengendalikan pikiran kita, padahal hati kita dipenuhi dengan emosi.

Sampai saat ini, saya masih bingung membedakan antara hati dan pikiran. Namun, saya akan mencoba mendefinisikan sesuai pemahaman saya sendiri dan dari pengalaman membaca berbagai sumber. Menurut saya, perasaan dan pikiran itu sama, keduanya berada di otak, mesin yang sangat canggih tanpa prosesor buatan manusia.

Pikiran sebenarnya tahu mana yang benar dan mana yang salah sesuai dengan pengalaman atau insting manusia. Namun, siapa yang menang dalam pertarungan internal itulah yang berkuasa dalam menentukan tindakan yang menggerakkan tubuh kita.

Daripada bingung bolak-balik tanpa ada penjelasan yang jelas, saya akan merubah fokus dari mengendalikan pikiran menjadi mengendalikan nafsu. Kita harus sepakat bahwa nafsu berasal dari pikiran maupun perasaan. Nafsu yang saya maksud adalah keinginan yang cenderung merugikan diri sendiri, yang mana kita tahu hal itu merugikan namun tetap melakukannya.


Sebagai contoh sehari-hari adalah merokok, makan junk food, tidak konsisten terhadap diri sendiri, dan lain-lain yang berhubungan dengan keinginan yang mungkin merugikan diri sendiri terutama kesehatan dan masa depan. Mulai hari ini, saya akan mencoba mengendalikan otak atau hati, tidak peduli mana yang lebih dominan, yang penting adalah mengontrol semuanya, tentunya dengan tahapan dari hal kecil terlebih dahulu. Saya akan menuliskan apa yang terjadi dan hasilnya setelah mencoba mengendalikan mereka semua termasuk nafsu.

Saya akan mencoba merubah kebiasaan buruk hanya dengan memerintahkan otak atau hati secara langsung, tanpa menghiraukan intervensi dari luar. Jika kita membatasi pikiran kita, mungkin akan terasa lelah karena kita terpaksa, atau merasa terpenjara karena keinginan kita tidak tercapai. Saya akan mencoba untuk tidak membatasi pikiran, namun langsung merubah pikiran dengan mengandalkan rasa cuek, acuh tak acuh, tidak mau tahu pada saat yang tepat sehingga kita tidak merasa dibatasi pikirannya.

Semua ini harus diawali dengan niat yang sungguh-sungguh, namun juga perlu mencoba secara spontanitas tanpa beban dan tanpa merasa terpaksa. Sebagai contoh, saya adalah perokok aktif yang menghabiskan satu bungkus rokok setiap hari, kebiasaan yang sudah saya lakukan selama kurang lebih empat tahun.

Pertama, kita harus berpikir secara jernih bahwa merokok itu selain merugikan diri sendiri dan kesehatan, juga sangat menguras isi dompet. Meski kita tahu bahwa merokok itu merugikan, sering kali kita merasa pusing, beban, dan seperti ada yang kurang jika tidak merokok, terutama setelah makan. Kita harus menimbang kerugian dan kelebihan dari merokok, dan saya yakin kita akan sepakat bahwa kerugian lebih banyak daripada keuntungan dari merokok.

Setelah kita tahu bahwa merokok merugikan diri sendiri, masa depan, orang lain, dan menguras uang kita, mulai saat ini saya perintahkan kepada pikiran dan hati untuk berhenti merokok. Saya tidak peduli keduanya, karena mereka sama-sama bersemayam di otak secara fungsional. Saya perintahkan sekali lagi, saya harus berhenti merokok, tidak peduli apapun yang terjadi, dan cuek terhadap godaan atau intervensi dari luar. Tanpa merokokpun saya tidak akan mati sekarang, dan jika saya bisa mengendalikan nafsu merokok, maka saya bisa mengendalikan nafsu lain yang tidak produktif atau merugikan.

Jika eksperimen ini berhasil, kita bisa jadikan pengalaman ini untuk mengatasi semua nafsu yang tidak produktif. Sebaliknya, jika kita bisa mengendalikan nafsu tidak produktif, kita juga harus bisa mengendalikan nafsu yang produktif atau baik. Ketentuan baik atau buruknya bisa kita lihat pada kitab suci, undang-undang, atau kebiasaan yang benar sesuai dengan kebenaran yang diakui semua orang. Hal positif dan produktif itu harus logis dan masuk akal sesuai dengan perhitungan.

Saya rasa cukup sekian. Jika ada yang ingin berkomentar, silakan, saya tunggu makian dan pujian kalian karena itu tidak akan mempengaruhi tulisan ini jika tidak saya rubah sendiri setelah melihat komentar kalian. Terima kasih.

No comments